BAB I
PENDAHULUAN
Air pada awal mulanya
merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui. Namun, pada masa sekarang ini
banyak permasalahan yang muncul karena keterbatasan air dari segi kuantitas
maupun kualitas air sebagai air bersih. Hal itu dikarenakan sumber daya alam
yang jumlahnya tidak bertambah namun penggunaannya yang semakin bertambah
banyak. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang menghadapi krisis air
bersih. Sejumlah kota besar di Indonesia menghadapi krisis air baku atau air
bersih dalam beberapa tahun mendatang. Kota-kota besar itu diantaranya Jakarta,
Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Medan, Makassar, dan Balikpapan. Swastanisasi
dan perubahan cara pandang masyarakat terhadap air, dianggap sebuah upaya untuk
melestarikan air dan memperpanjang daya gunanya.
Krisis air bersih di
perkotaan umumnya berbentuk tercemarnya sungai-sungai oleh limbah rumah tangga
dan industri. Padahal air sungai itu dijadikan bahan baku pengolahan air kotor oleh
Perusahaan Air Minum (PAM) menjadi air bersih. Dalam hal ini, peran dari PDAM
sangatlah penting karena pemenuhan akan kebutuhan air bersih masyarakat sangt
bergantung pada kinerja dari PDAM. Semakin tercemar air baku yang ada, semakin
mahal biaya pengolahannya.
Di antara banyak hal
yang harus dibiayai oleh PDAM dalam kegiatan proses produksi dan distribusi air
kepada para pelanggan, proses pengolahan air paling banyak membutuhkan biaya
operasional. Situasi ini memaksa masyarakat membayar lebih mahal air bersih
yang mereka gunakan. Seiring kemajuan dan kemampuan mengoperasionalkan
peralatan dan mesin mutakhir, PDAM dalam melakukan proses pengolahan air
menggunakan teknik pengolahan lengkap yang secara garis besar terdiri dari
intake, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan klorinasi. Pengolahan
lengkap tersebut diberlakukan pada air baku yang berasal dari air permukaan
atau sungai.
BAB II
PERMASALAHAN
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Air
Air merupakan sumber alam yang sangat penting di dunia, karena tanpa
air kehidupan tidak dapat berlangsung. Air juga banyak mendapat pencemaran.
Berbagai jenis pencemar air berasal dari :
a. Sumber domestik
(rumah tangga), perkampungan, kota, pasar, jalan, dan sebagainya.
b. Sumber
non-domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, serta sumber-sumber
lainnya.
Semua bahan pencemar diatas secara langsung ataupun tidak langsung akan
mempengaruhi kualitas air. Berbagai usaha telah banyak dilakukan agar kehadiran
pencemaran terhadap air dapat dihindari atau setidaknya diminimalkan.
Masalah pencemaran
serta efisiensi penggunaan sumber air merupakan masalah pokok. Hal ini
mengingat keadaan perairan-alami di banyak negara yang cenderung menurun, baik
kualitas maupun kuantitasnya.
2.1.2 Pengertian Air Bersih
Pengertian air bersih
menurut Permenkes RI No 416/Menkes/PER/IX/1990 adalah air
yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
dan dapat diminum setelah dimasak. Sedangkan pengertian air minum menurut Kepmenkes
RI No 907/MENKES/SK/VII/2002 adalah air yang melalui proses pengolahan atau
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan (bakteriologis, kimiawi,
radioaktif, dan fisik) dan dapat langsung diminum. Air baku adalah air yang digunakan
sebagai sumber/bahan baku dalam penyediaan air bersih. Sumber air baku yang dapat
digunakan untuk penyediaan air bersih yaitu air hujan, air permukaan (air
sungai, air tanah dalam, mata air) (Hartomo, 1994; JICA, 1974; Linsley, 1989;
Martin D, 2001; Sutrisno, 2002). Standar kualitas air bersih yang ada di
Indonesia saat ini menggunakan Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang
Syarat – Syarat dan Pengawasan Kualitas Air dan PP RI No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, sedangkan
standar kualitas air minum menggunakan Kepmenkes RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002
tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
Pengertian ini harus dibedakan dengan
pengertian air minum, yakni air yang memenuhi syarat-syarat kesehatan sehingga
dapat langsung diminum. Pada umumnya masyarakat mendapatkan air minum dengan
cara memasak air bersih.
Pengolahan air untuk
diminum dapat dikerjakan dengan 2 cara, berikut:
1. Menggodok atau mendidihkan air, sehingga
semua kuman¬kuman mati. Cara ini membutuhkan waktu yang lama dan tidak dapat
dilakukan secara besar-besaran.
2. Dengan menggunakan zat-zat kimia seperti
gas chloor, kaporit, dan lain-lain. Cara ini dapat dilakukan secara besar-besaran,
cepat dan murah.
Agar air minum tidak
menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan memenuhi
persyaratan-persyaratan kesehatan, setidaknya diusahakan mendekati persyaratan
tersebut. Air yang sehat harus mempunyai persyaratan sebagai berikut:
1. Syarat
fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tak
berwarna), tidak berasa, suhu dibawah suhu udara diluarnya sehingga dalam
kehidupan sehari-hari. Cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini
tidak sukar.
2. Syarat
bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri,
terutama bakteri patogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi
oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut. Dan
bila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri E. coli maka
air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.
3.
Syarat kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu didalam jumlah
yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia didalam air
akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia. Sesuai dengan prinsip
teknologi tepat guna di pedesaan maka air minum yang berasal dari mata air dan
sumur dalam adalah dapat diterima sebagai air yang sehat dan memenuhi ketiga
persyaratan tersebut diatas asalkan tidak tercemar oleh kotoran-kotoran
terutama kotoran manusia dan binatang. Oleh karena itu mata air atau sumur yang
ada di pedesaan harus mendapatkan pengawasan dan perlindungan agar tidak
dicemari oleh penduduk yang menggunakan air tersebut.
2.2 Proses Pengolahan Air Bersih di PDAM
Tahapan proses pengolahan air bersih yang terjadi di PDAM mranggen
dapat dalam dibagi dalam sepuluh tahap yakni :
1.
Tahap pengambilan air dari sumbernya (Intake)
Sumber air yang digunakan adalah air dari soketan sungai klambu, yang
merupakan sungai yang memiliki debit air yang cukup besar, sehingga dapat
meminimalkan resiko terhentinya proses dikarenakan tidak adanya bahan baku atau
habisnya air yang mengalir. Pengambilan air baku dari sungai dilengkapi dengan
Bar Screen atau jaring khusus yang bertujuan untuk menyaring benda terapung
sejenis sampah agar tidak sampai masuk ke intake. Kapasitasnya berkisar 40
liter/detik. Sebab jika sampah sampai masuk instalasi pengolahan akan
mengganggu kerja pompa. Beberapa lokasi intake pada sumber air yaitu intake
sungai, intake danau dan waduk, dan intake air tanah. Jenis-jenis intake, yaitu
intake tower, shore intake, intake crib, intake pipe atau conduit, infiltration
gallery, sumur dangkal dan sumur dalam (Kawamura, 1991).
2.
Tahap prasedimentasi
Untuk sumber air baku yang karakteristik turbiditasnya tinggi, butuh
bangunan yang bentuknya hanya berupa bak sederhana dan fungsinya untuk
pengendapan partikel2 diskrit dan berat seperti pasir dan lain-lain.
3.
Tahap koagulasi
Pada proses koagulasi, coagulan dicampur dengan air baku selama
beberapa saat hingga merata. Setelah pencampuran ini, akan terjadi destabilisasi
koloid yang ada pada air baku. Koloid yang sudah kehilangan muatannya atau
terdestabilisasi mengalami saling tarik menarik sehingga cenderung untuk membentuk
gumpalan yang lebih besar. Faktor yang menentukan keberhasilan suatu proses
koagulasi yaitu jenis koagulan yang digunakan, dosis pembubuhan koagulan, dan pengadukan
dari bahan kimia. Kaporit yang digunakan hádala 3kg/600 liter setiap 8 jam.
4.
Flokulator
Flok-flok kecil yang sudah terbentuk di koagulator diperbesar disini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk flok yaitu kekeruhan pada air baku, tipe
dari suspended solids, pH, alkalinitas, bahan koagulan yang dipakai, dan
lamanya pengadukan.
5.
Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan partikel secara gravitasi setelah endapan
terbentuk dari proses koagulasi flokulasi. Pada bak sedimentasi dilengkapi tube
settler yang bertujuan mempercepat proses pengendapan.
6.
Pra filter
Dari proses sedimentasi, flok yang masih terikut dapat terpisah pada proses ini.
7.
Filtrasi
Penyaring yang
digunakan adalah rapid sand filter (filter saringan cepat). Sand filter jenis
ini berupa bak yang beriisi pasir kwarsa yang berfungsi untuk menyaring flok
halus dan kotoran lain yang lolos dari klarifier (clearator). Air yang masuk ke
filter ini telah dicampur terlebih dahulu dengan klorin dan tawas.
Media penyaring biasanya lebih dari satu lapisan, yaitu pasir kwarsa
dan batu dengan mesh tertentu. Air mengalir ke bawah melalui media
tersebut.Zat-zat padat yang tidak larut akan melekat pada media, sedangkan air
yang jernih akan terkumpul di bagian dasar dan mengalir keluar melalui suatu
pipa menuju reservoir.
8.
Desinfektan
Proses ini disebut juga proses klorinasi yang merupakan pembubuhan zat
disenfektan (kaporit) dengan tujuan membunuh bakteri yang mungkin ada baik di
reservoir, jaringan pipa distribusi hingga sampai ke pelanggan.
9.
Reservoir
Reservoir berfungsi sebagai tempat penampungan air bersih yang telah
disaring melalui filter, air ini sudah menjadi airyang bersih yang siap
digunakan dan harus dimasak terlebih dahulu untuk kemudian dapat dijadikan air
minum.
10. Pompa distribusi
2.3 Analisa Jar Tes
Jar test adalah suatu
percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis optimal dari koagulan (biasanya
tawas/alum) yang digunakn pada proses pengolahan air bersih. Kekeruhan air
dapat dihilangkan melalui pembubuhan koagulan. Umumnya koagulan tersebut berupa
Al2(SO4)3, namun dapat pula berupa garam FeCl3
atau sesuatu poly-elektrolit organis.
Selain pembubuhan
koagulan diperlukan pengadukan sampai terbentuk flok. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid yang
tumbuh dan akhirnya bersama-sama mengendap.
Cara kerja :
1. Diambil sampel air baku kira-kira 4 liter
2. Dicek dan dicatat turbidity serta pH awal
dari air sampel
3. Disediakan 6 buah beaker glass dan
masing-masing diisi dengan 500 ml air sampel
4. Ke dalam masing-masing beaker glass
tersebut diinjeksikan alum dengan konsentrasi 1 % dan dengan dosis tawas
tertentu untuk tiap beaker glass. Penentuan dosis yang ditambahkan diambil dari
tabel estimasi alum untuk turbidity tertentu (range atas dan range bawah)
5. Meletakkan beaker glass pada alat
flokulator
6. Diaduk dengan kecepatan 140 rpm selama 5
menit
7. Kemudian pengadukan dilakukan dengan
kecepatan 40 rpm selama 10 menit
8. Didiamkan selama 15 menit sampai 30 menit
9. Dicek dan dicatat turbidity untuk
masing-masing beaker glass
Perhitungan Penambahan Alum :
2.4 Permasalahan yang Muncul
- Kebutuhan air untuk masyarakat Mranggen
saat ini telah dipenuhi oleh Perusahaan Daerah Air Minum Mranggen (PDAM). Akan
tetapi
secara kualitas air yang sampai pada pelanggan (sambungan rumah) tersebut belum
dapat memenuhi standar air minum yang telah ditetapkan dalam KEPUTUSAN MENTERI
KESEHATAN RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002. Untuk
meningkatkan kualitas dari air PDAM tersebut maka diperlukan suatu bentuk
pengolahan skala kecil yang nantinya tidak hanya dapat meningkatkan kualitas
air PDAM untuk beberapa parameter saja. Melainkan dapat memenuhi semua
parameter air minum yang telah ditetapkan.
- Para karyawan kurang
memiliki tanggung jawab kinerja dalam mengolah air bersih PDAM. Analisa air
bersih hanya dilakukan secara visual (jernih/belum jernih) dan tidak dilakukan
analisa terhadap air baku ataupun analisa lanjutan terhadap air hasil olahan.
Hal ini sangat membahayakan konsumen apabila air bersih tersebut digunakan
sebagai air minum (meskipun ada proses pemasakan oleh masyarakat), ditakutkan
air bersih terkandung senyawa besi ataupun mangan dimana seperti pada
kasus-kasus PDAM kota lain dimana kandungan senyawa tersebut melebihi baku mutu
air.
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
3.1 Tahapan Aerasi ( Penghilangan ion Fe dan Mn )
Pada proses pengolahan air sungai menjadi air bersih, untuk
meminimalisasi adanya kandungan Fe maupun Mn yang membahayakan kesehatan manusia,
dilakukan penambahan tahapan proses untuk penjernihannya yaitu proses aerasi.
Di alam, ion Fe berbentuk Fe2+ yang terlarut dalam air seperti
FeCl2, Fe(HCO3)2, atau anion FeSO4. Fe2+ dapat
bersifat korosif pada pH rendah. Sehingga perlu dioksidasi menjadi Fe+3
supaya mengendap. Aerasi digunakan untuk menyisihkan gas yang terlarut di air permukaan
atau untuk menambah oksigen ke air untuk mengubah substansi yang di permukaan
menjadi suatu oksida. Dalam keadaan
teroksidasi, besi dan mangan terlarut di air. Bentuk senyawa dengan larutan
ion, keduanya terlarut pada bilangan oksidasi +2, yaitu Fe+2 dan Mn+2.
Ketika kontak dengan oksigen atau oksidator lain, besi dan mangan akan
teroksidasi menjadi valensi yang lebih tinggi, bentuk ion kompleks baru yang
tidak larut ke tingkat yang cukup besar. Oleh karena itu,
mangan dan besi dihilangkan dengan pengendapan setelah aerasi. Reaksinya dapat
ditulis sebagai berikut (Peavy, 1985):
Ada empat tipe aerator yang sering digunakan, yaitu gravity aerator, spray
aerator, air diffuser, dan mechanical aerator. Fungsi dari proses aerasi adalah
menyisihkan methana (CH4), menyisihkan karbon dioksida (CO2),
menyisihkan H2S, menyisihkan bau dan rasa, menyisihkan gas-gas lain.
Pertimbangan pemilihan tray aerator multiple tray adalah tidak memerlukan lahan
yang luas dan sesuai untuk kapasitas pengolahan kecil sampai sedang. Pada proses aerasi ini diharapkan terjadi kontak antara air yang
mengandung besi (Fe+2) dan Mangan (Mn+2) dengan udara (O2).
Efisiensi unit aerasi dalam penyisihan Fe adalah 40%. Nilai ini merupakan besarnya Fe(OH)3 yang mengendap pada
media kontak. Penambahan kapur adalah
untuk menaikkan pH agar menjadi netral (pH 7). Hal ini disebabkan oksidasi Fe
lebih efektif dilakukan pada pH netral. Pada pH tinggi, Fe+2 yang
teroksidasi menjadi Fe+3 akan menjadi senyawa kompleks.
Permasalahan lain
yang timbul pada aerator di lapangan adalah besarnya diameter butiran air tiap
tray dan tidak meratanya distribusi air pada media kontak yang menyebabkan
kurang optimalnya kontak antara udara dengan Fe dan Mn. Keadaan ini disebabkan tersumbatnya
media kontak oleh endapan Fe+3 dan Mn+4. Sehingga diperlukan
pembersihan media kontak secara rutin. Pada pengolahan PDAM di kota lain,
penurunan Fe dan Mn dengan proses telah menunjukkan penurunan yang cukup
signifikan.
3.2 Analisa Terhadap Air Bersih
Air bersih setelah diolah harusnya dilakukan
analisa terhadap parameter yang dianggap penting sehingga air yang
didistribusikan pada masyarakat memenuhi baku mutu. Analisa-analisa yang dilakukan
pada air bersih, adalah :
a)
Jar test
b)
Comperator
- Comperator pH
1. Sampel dimasukkan dalam tabung reaksi
sebanyak 10 ml
2. Sampel ditetesi dengan indikator
Bromthymol Blue (BTB) sebanyak 4-6tetes, lalau diaduk
3. Kemudian dinasukkan di sebelah kiri bagian
dalam comperator
4. Dibandingkan warna sampel dengan warna
standart pada comperator dengan memutar roda standart comperator, apabila warna
tersebut telah sama lalu dibaca nilainya.
- Comperator Klor
1. Dimasukkan sampel ke dalam tabung sebanyak
10 ml
2. Ditetesi dengan indikator otolidine
reagent sebanyak 4-6 tetes, lalu diaduk
3. Tempatkan sampel pada sebelah kanan bagian
dalam comperator
4. Nilai sisa klor dihitung dengan
membandingkan warna sampel dengan warna standart yang sama
c)
Turbidity
d)
Pemeriksaan zat-zat organik
e)
Analisa kesadahan (ion
Ca dan Mg)
f)
Analisa alkalinity
BAB IV
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
-
PDAM
Mranggen sebagai penyuplai kebutuhan air masyarakat Mranggen pada umumnya.
-
Tahapan
pengolahan IPA di PDAM Mranggen adalah : intake, praset, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, pra filter, filtrsi,
desinfectan, reservoir dan pendistribusian.
4.2 SARAN
Saran yang dapat penulis berikan antara lain :
a) Untuk menilai kualitas dari air PDAM
tersebut sudah baik atau tidak tidak dapat dilihat secara visual saja, namun
harus dilakukan analisa terhadap air bersih sehingga air bersih layak
dikonsumsi masyarakat.
b) Tahapan aerasi perlu dilakukan untuk
minimalisasi kandungan senyawa Fe dan Mn.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Peraturan perundang-undangan RI, 1982-1992
Cheremisinoff N.Paul, Handbook of Water and Wastewater Treatment
Technology, Marcel Dekker Inc, New Jersey, 1995 Inc, New Jersey, 1995
Haller J.Edward, Simplified Wastewater Treatment Plant Operations,
Technomic Publishing Company, Inc, New
York, 1995
Parker W. Homer, Wastewater System Engineering, Prentice-Hall Inc, New Jersey, 1975
Suriawiria C.T, Teknologi penyediaan Air Bersih, P.T. Rineka Cipta, Jakarta, 1991
Sutrisno, 2002, Teknologi Penyediaan Air Bersih, Jakarta: PT Rineka
Cipta
wah menambah wawasannya, sangat bermanfaat...
BalasHapushttp://tokoonlineobat.com/obat-sirosis-hati-alami/
sangat bermanfaat min,, ijin untuk dijadikan referensi yaa :)
BalasHapussangat bermanfaat min,, ijin untuk dijadikan referensi yaa :)
BalasHapus